Minggu, 22 Juni 2014

SOSIOLOGI SASTRA DALAM CERITA PENDEK YANG BERJUDUL “ANAK ORANG GILA” KARYA M. SHOIM ANWAR

Karena karya sastra dianggap sebagai cerminan dari kehidupan sosial masyarakatnya, maka karya sasta bersifat unik. Karena imajinasi pengarang karya sastra dipadukan dengan kehidupan sosial yang kompleks. Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang menganalisis sebuah karya sastra didasarkan pada segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra juga dianggap sebagai ekspresi pengarang. Disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak dapat lepas dari interaksi sosial dan  komunikasi serta kepribadian manusia dipengaruhi oleh sistem budaya, maka struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi bentuk karya sastra itu sendiri. Dan karena itu semua mungkin menjadi latar belakang pengarang membuat cerita pendek yang berjudul “Anak Orang Gila”
Setiap manusia mempunyai impian, dan impian tersebut boleh dikejar  sampai tercapai atau hanya akan menjadi mimpi selamanya. Seperti manusia yang bermimpi mempunyai kehidupan sempurna bak di dunia dongeng meski itu mustahil termasuk mempunyai pasangan yang baik fisik, jasmani dan rohani tapi patutlah kita berkaca siapa diri kita sebelum kita bermimpi mendapatkan sosok yang sempurna tersebut. Beruntunglah suami Rani yng telah mempunyai isteri seperti Rani, seperti dalam kutipan berikut:
Dengan perlakuan kasar itu Rani semakin menampakkan sebagai istri yang baik. Ia menurut apa saja perinyah saya, semakin setia. Bila ia merasa kesakitan karena sikap kebinatangan saya, ia selalu menangis memeluk saya, merebah di pangkuan saya sambil merintih kesakitan dan tidak tahan. Ia bahkan minta bunuh sekalian biar mati bersama anak yang dikandungnya.
Memang tidaklah salah ketika seorang calon mendambakan kelak bayinya adalah bayi yang sempurna, bayi yang patut dibanggakan tapi ketika tak dir sudah berbicara, apalah daya seorang manusia. Seperti dalam kutipan:
Sejak saat itu sedikit demi sedikit saya mulai kecewa. Saya adalah menantu orang gila. Apalagi setelah kehamilan Rani kekecewaan itu mulai bertambah menhebat. Cepat atau lambat musibah itu akan menimpa keluarga yang saya pimpin.
Suami Rani hanya takut bahwa dia akan mendapatkan keturunan gila seperti mertuanya dan itu wajar, siapapun yang mengalami hal seperti pastilah akan seperti suami Rani, bahkan bisa lebih melakukan kegilaan seperti membunuh istrinya agar bayi gila tersebut tidak pernah lahir ke dunia.
Akibat ketakutan tersebut suami Rani sampai menyalahkan dirinya sendiri, seperti dalam kutipan berikut:
Kalau saja saya tidak menggaulinya sudah barang tentu kehamilan itu tidak bakal terjadi. Apalagi sesuatu yang saya takuti itu telah saya ketahui sebelumnya. Namun bisakah saya membiarkan dia? Dan mampukah saya mengekang diri? Ah, rasa-rasanya tidak mengkin. Ia adalah istri saya yang sah. Pun sudah berkali-kali saya mencoba menjauhi dia. Tetap tak kuasa. Begitu hasrat itu tiba, tanpa pikir panjang, langsung saja saya menggiring ke sarangnya.
Mungkin hal yang dilakukan oleh suami Rani bukan dinamakan sabar dalam menghadapi cobaan karena sabar adalah tidak berbatas apapun. Tapi di dalam cerita pendek tersebut suami Rani sampai hendak bunuh diri meskipun hal itu tidak sampai terjadi karena suami Rani berpikir kalau dia tidak mau meninggal sebagai pengecut dan tidak bertanggung jawab serta bunuh diri adalah dosa dan menunjukkan keciutan nalar karena telah meninggalkan istri dan anaknya yang masih dalam kandungan tapi suami Rani sudah mempunyai niat tersebut.
Tapi ada yang rancu dalam cerita pendek tersebut yaitu kenapa suami Rani baru mengetahui kalau ayah Rani adalah seorang gila, bukannya dalam pernikahan itu tidak hanya menikahi mempelai saja tapi menikahi seluruh keluarganya, dalam arti mengerti seluk beluk keluarganya. Di dalam cerita pendek ini tidak seperti itu, baru setelah beberapa bulan suami Rani mengetahui segalanya, sungguh tidak masuk diakal. Dan penulis seakan berada dipihak suami Rani, mungkin karena sama-sama lelaki jadi bisa merasakan penderitaan bagaimana mempunyai istri anak orang gila, dimana suami Rani memberi pernyataan bahwa Rani tidaklah mau bercerita tentang keluarganya ketika berpacaran, itu bukanlah alasan. Seharusnya kalau Rani tidak mau bercerita handaknya suami Rani yang mencari tahu dari lingkungan tetangganya karena jelas, tidak mungkin Rani dan keluarganya hidup di tengah hutan sampai sang suami mengeluarkan pernyataan seperti itu.Sampai ada kutipan:
 “Tidak usah malu, Mas. Orang-orang di sini sudah maklum kok,” kata seorang tetangga lagi
Berarti masih banyak orang yang memberi perhatian terhadap keluarga Rani. Hanya suami Rani yang bersikap berlebihan karena tidak bisa menerima pasangan apa adanya. Tingkat kekecewaan itu akhirnya tidak terbendung lagi karen atidak bisa menerima kenyataan tersebut seperti dalam kutipan:
Sejak saat itu sedikit demi sedikit saya mulai kecewa. Saya adalah menantu orang gila. Apalagi setelah kehamilan Rani kekecewaan ityu mulai bertambah menghebat. Cepat atau lambat musibah itu akan menimpa keluarga yang saya pimpin
Di dalam cerita pendek tersebut menyebutkan Rani mempunyai kecacatan besar yaitu karena dia adalah anak orang gila. Pernyataan tersebut terdapat dalam paragraf ketiga kalimat terakhir. Semua telah tahu bahwa takdir tidak ada yang tahu dan sebagai menusia tidak bisa memilih harus dilahirkan sebagai apa, tapi suami Rani tidak bisa menerima hal itu. Itu sungguh tidak adil.
Menerima kenyataan memang sulit, tapi tidak ada alasan untuk tidak menerima keadaan buah hati, apapun itu keadaanya. Apalagi keadaan sang anak belum diketahui, itu sangat tidak adil terhadap takdir Tuhan. Seperti dalam kutipan:
Saya lebih memilih anak saya mati atau tak punya anak dari pada punya anak tapi gila. Saya merasa betapa malunya seseorang yang mempunyai anak gila, apalagi dia adalah seorang perempuan. Disamping orang tuanya malu, juga kaumnya.
Rasa benci atas keadaan yang dialami oleh Rani dikalahkan oleh perasaan sayang dan cinta sebagai seorang suami kepada istrinya meski perasaan takut akan kegilaan tersebut selalu menari-nari dalam jiwa. Terbukti dengan kutipan:
Tapi organ-organ tubuhnya semakin mempesona. Buah dadanya nampak ranum dan berisi. Sebaliknya dengan tumbuhnya kandungan Rani yang semakin membesar, tubuh saya menjadi semakin kurus.
Saat yang ditunggu-tunggu oleh Rani telah tiba, yaitu kelahiran buah hatinya bersama suaminya. Dan mungkin saat itu bukan saat yang ditunggu-tunggu oleh oleh suaminya karena alasan yang tidak berpondasi kuat.
Ketakutan seseorang akan mengalahkan keyakinan seseorang tentang apa yang akan dijalani dan akhirnya semuanya akan berantakan tak sesuai keinginan dan yang menanggung itu semua adalah orang terdekat. Hal itu akan menjadi beban bukan hanya satu hari atau dua hari tapi selamanya.


Erick. F
105200172

Tidak ada komentar:

Posting Komentar