Minggu, 22 Juni 2014

ANALISIS PUISI “BERSATULAH PELACUR-PELACUR KOTA JAKARTA” KARYA WS RENDRA BERDASARKAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang

Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban
Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah                              
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya

Teori Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.
Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada gambaran atau potret fenomena sosial yang bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif melalui pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya dalam bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya.
Dan Puisi Rendra yang berjudul “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta” sangat kental sekali dengan sosiologi sastra karena mencerminkan sulitnya kehidupan yang bertumpang tindih dengan kemunafikan para sayap kiri dan kanan. Puisi ini dapat pula dikatakan sebagai pengangkatan derajat perempuan. Khususnya perempuan yang tersisih dalam kehidupan yang berlatar belakang dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat. Tokoh utama dalam karya sastra tidak hanya mewakili pemikiran pengarang tetapi juga pengorbanan dari pengarang untuk menyebarkan pengaruhnya.
Berdasarkan pemaknaan terhadap puisi “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, makna yang mendalam dengan penggambaran realita dalam masyarakat  yang dapat diperoleh adalah sebagai sebuah bentuk penolakan Rendra terhadap sistem pengucilan yang diterima oleh wanita “pelacur” sebagai berikut:

1. Kedudukan Wanita yang Digambarkan dalam Puisi ini
Dalam puisi ini tokoh utama yang diangkat oleh Rendra merupakan seorang perempuan yang selama ini dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Begitu mendengar kata “pelacur” yang selama ini identik dengan seorang perempuan yang tidak bermoral, kehidupan malam yang gemerlap, dan konsep seksual yang negatif. Itulah yang dimaksudkan sebagai citraan atau imagery dalam puisi seperti kutipan dalam bait berikut:

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu

Dengan citraan yang ada kita bisa melihat adanya derajat yang ditujukan oleh penyair yang merupakan tingkatan sosial yang mampu dicapai oleh seorang wanita tuna susila. Semakin tinggi pendapatan yang ia dapatkan maka ia akan lebih berada dalam kondisi sosial yang sama. Pemaknaan dari diksi “pelacur” akan lebih mempertegas puisi ini sebagi pembelaan atas kaum wanita yang tersisihkan. Pemaknaan dari bait puisi diatas adalah kehidupan para pelacur yang hidupnya penuh dengan ketakutan akan hukum yang tidak berpihak kepadanya. Mereka malu mengakui pekerjaannya yang dipandang hina oleh konstruksi sosial dan norma masyarakat. Bahkan begitu juga dengan anak-anak mereka pun akan merasakan hal yang sama dalam masyarakat.
“Tingkat tinggi” adalah wakil dari mereka (pelacur) yang berselubung dibawah kehormatan. Dia tidak menjual dirinya secara langsung melainkan hanya dengan seorang birokrat saja dan seseorang yang mempunyai peran dan juga “uang” lebih yang menjamin kehidupannya yang mewah.sedangkan sebaliknya dengan apa yang dilakukan oleh seorang yang hanya dalam tingkatan rendah atau biasa saja yang melakukan pekerjaannya sebagi penuhan kebutuhan hidupnya.
Melalui puisi ini Rendra menampilkan sebuah relita kekejaman yang terjadi pada wanita. Rendra memanfaatkan kata “pelacur” bukan hanya mempunyai arti sebatas “pelacur”. Namun pelacur dalam puisi ini diangkat sebagai sebuah kekuatan yang tersembunyi dibalik kekejaman dan ketidakadilan yang dialami oleh wanita. Puisi ini merupakan bentuk transformasi dari realita kehidupan sosial yang ada dalam kehidupan yang sebenarnya.


2. Penggambaran Perlawanan oleh Wanita
Emansipasi wanita telah ada di Indonesia sejak adanya perlawanan yang dilakukan oleh R.A. kartini kepada tataran masyarakat saat itu. Pada masa itu pendidikan bagi seorang wanita Jawa dianggap tabu dan dan melanggar nilai-nilai. Sedangkan yang dimaksud perjuangan wanita dalam puisi ini adalah, seorang wanita yang terbelenggu oleh status sosial yang dianggap negatif oleh masyarakat. Namun Rendra dengan puisi ini mampu memunculkan sosok pelacur sebagai pendobrak kebenaran yang selama ini tersembunyi rapat dibalik tirai kelam gedung-gedung birokrasi yang melibatkan kaum wanita di dalamnya dalam tanda kutip sebagai pemuas nafsu seksual sementara seperti dalam kutipan bait tersebut:

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan

Dengan pemilihan kata “Sanggul kembali rambutmu” merupakan sebuah ketidak langsungan ekspresi yang diciptakan Rendra untuk mengungkapkan ajakanya terhadap wanita untuk mengatur dan mengerahkan kekuatan yang dimilikinya. Sanggul juga melambangkan keindahan bagi seorang wanita merupakan sebuah model  dalam puisi untuk mendiskripsikan wanita Jawa kuno yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan terpandang. Pengulangan kalimat “pelacur-pelacur Kota Jakarta” merupakan aspek yang digunakan untuk memperkuat perasaan yang digambarkan penyair dalam puisinya seperti dalam kutipan bait berikut:

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dengan pilihan diksi kata ”Sarinah” Rendra mengemukakan bahwa masih ada banyak wanita pribumi yang terbelenggu dalam kehidupan yang gelap. Kritikan yang di ungkapkan Rendra begitu lugas dengan gambaran yang mampu membuat setiap pembaca mengerti apa yang dimaksudkan oleh pengarang. Yang terpenting dalam puisi ini Rendra mengungkapkan bagaimana para penguasa melakukan tipu dayanya terhadap wanita dan memperalatnya untuk menjadi  seorang pemuas nafsu yang ia inginkan.
Selain dengan nama Sarinah Rendra juga menunjuk nama “Dasima” untuk mempertegas arti pada bait yang sebelumnya. Penggambaran tokoh Dasima mempunyai karakter yang lebih kuat dari pada Sakinah. Sungguh sangat menyakitkan hidup yang memalukan ulah para birokrasi kita yang digambarkan oleh Rendra. Dengan semaunya mereka meneriakkan kebenaran tetapi yang justru dilakukan oleh para para pemegang kekuasaan adalah melanggarnya seperti dalam kutipan bait berikut:

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu

Dasima yang digambarkan dalam potongan bait diatas jelas adalah sebagai sosok yang terjebak dalam kemelut permainan cinta kemunafikan sang pemimpin revolusi yang bergantian menikmati tubuhnya. Makna yang lain adalah gambaran negeri kita yang diperalat dan dikuras habis kekayaanya oleh bangsa lain namun dengan dalih memberikan kerja sama dan menjalin tali persaudaraan. Kecerohan dan kebodohan para penguasa yang menjadikan negeri ini sebagai barang dagangan yang di umbar-kumbarkan kepada orang lain dengan penawaran yang tinggi demi kepuasannya sebagaimana seorang calo yang menawarkan dengan harga yang tinggi seperti pada kutipan bait dibawah ini:

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Dilanjutkan dengan potongan  bait,
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang

Erick. F
105200172
SOSIOLOGI SASTRA DALAM CERITA PENDEK YANG BERJUDUL “ANAK ORANG GILA” KARYA M. SHOIM ANWAR

Karena karya sastra dianggap sebagai cerminan dari kehidupan sosial masyarakatnya, maka karya sasta bersifat unik. Karena imajinasi pengarang karya sastra dipadukan dengan kehidupan sosial yang kompleks. Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang menganalisis sebuah karya sastra didasarkan pada segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra juga dianggap sebagai ekspresi pengarang. Disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak dapat lepas dari interaksi sosial dan  komunikasi serta kepribadian manusia dipengaruhi oleh sistem budaya, maka struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi bentuk karya sastra itu sendiri. Dan karena itu semua mungkin menjadi latar belakang pengarang membuat cerita pendek yang berjudul “Anak Orang Gila”
Setiap manusia mempunyai impian, dan impian tersebut boleh dikejar  sampai tercapai atau hanya akan menjadi mimpi selamanya. Seperti manusia yang bermimpi mempunyai kehidupan sempurna bak di dunia dongeng meski itu mustahil termasuk mempunyai pasangan yang baik fisik, jasmani dan rohani tapi patutlah kita berkaca siapa diri kita sebelum kita bermimpi mendapatkan sosok yang sempurna tersebut. Beruntunglah suami Rani yng telah mempunyai isteri seperti Rani, seperti dalam kutipan berikut:
Dengan perlakuan kasar itu Rani semakin menampakkan sebagai istri yang baik. Ia menurut apa saja perinyah saya, semakin setia. Bila ia merasa kesakitan karena sikap kebinatangan saya, ia selalu menangis memeluk saya, merebah di pangkuan saya sambil merintih kesakitan dan tidak tahan. Ia bahkan minta bunuh sekalian biar mati bersama anak yang dikandungnya.
Memang tidaklah salah ketika seorang calon mendambakan kelak bayinya adalah bayi yang sempurna, bayi yang patut dibanggakan tapi ketika tak dir sudah berbicara, apalah daya seorang manusia. Seperti dalam kutipan:
Sejak saat itu sedikit demi sedikit saya mulai kecewa. Saya adalah menantu orang gila. Apalagi setelah kehamilan Rani kekecewaan itu mulai bertambah menhebat. Cepat atau lambat musibah itu akan menimpa keluarga yang saya pimpin.
Suami Rani hanya takut bahwa dia akan mendapatkan keturunan gila seperti mertuanya dan itu wajar, siapapun yang mengalami hal seperti pastilah akan seperti suami Rani, bahkan bisa lebih melakukan kegilaan seperti membunuh istrinya agar bayi gila tersebut tidak pernah lahir ke dunia.
Akibat ketakutan tersebut suami Rani sampai menyalahkan dirinya sendiri, seperti dalam kutipan berikut:
Kalau saja saya tidak menggaulinya sudah barang tentu kehamilan itu tidak bakal terjadi. Apalagi sesuatu yang saya takuti itu telah saya ketahui sebelumnya. Namun bisakah saya membiarkan dia? Dan mampukah saya mengekang diri? Ah, rasa-rasanya tidak mengkin. Ia adalah istri saya yang sah. Pun sudah berkali-kali saya mencoba menjauhi dia. Tetap tak kuasa. Begitu hasrat itu tiba, tanpa pikir panjang, langsung saja saya menggiring ke sarangnya.
Mungkin hal yang dilakukan oleh suami Rani bukan dinamakan sabar dalam menghadapi cobaan karena sabar adalah tidak berbatas apapun. Tapi di dalam cerita pendek tersebut suami Rani sampai hendak bunuh diri meskipun hal itu tidak sampai terjadi karena suami Rani berpikir kalau dia tidak mau meninggal sebagai pengecut dan tidak bertanggung jawab serta bunuh diri adalah dosa dan menunjukkan keciutan nalar karena telah meninggalkan istri dan anaknya yang masih dalam kandungan tapi suami Rani sudah mempunyai niat tersebut.
Tapi ada yang rancu dalam cerita pendek tersebut yaitu kenapa suami Rani baru mengetahui kalau ayah Rani adalah seorang gila, bukannya dalam pernikahan itu tidak hanya menikahi mempelai saja tapi menikahi seluruh keluarganya, dalam arti mengerti seluk beluk keluarganya. Di dalam cerita pendek ini tidak seperti itu, baru setelah beberapa bulan suami Rani mengetahui segalanya, sungguh tidak masuk diakal. Dan penulis seakan berada dipihak suami Rani, mungkin karena sama-sama lelaki jadi bisa merasakan penderitaan bagaimana mempunyai istri anak orang gila, dimana suami Rani memberi pernyataan bahwa Rani tidaklah mau bercerita tentang keluarganya ketika berpacaran, itu bukanlah alasan. Seharusnya kalau Rani tidak mau bercerita handaknya suami Rani yang mencari tahu dari lingkungan tetangganya karena jelas, tidak mungkin Rani dan keluarganya hidup di tengah hutan sampai sang suami mengeluarkan pernyataan seperti itu.Sampai ada kutipan:
 “Tidak usah malu, Mas. Orang-orang di sini sudah maklum kok,” kata seorang tetangga lagi
Berarti masih banyak orang yang memberi perhatian terhadap keluarga Rani. Hanya suami Rani yang bersikap berlebihan karena tidak bisa menerima pasangan apa adanya. Tingkat kekecewaan itu akhirnya tidak terbendung lagi karen atidak bisa menerima kenyataan tersebut seperti dalam kutipan:
Sejak saat itu sedikit demi sedikit saya mulai kecewa. Saya adalah menantu orang gila. Apalagi setelah kehamilan Rani kekecewaan ityu mulai bertambah menghebat. Cepat atau lambat musibah itu akan menimpa keluarga yang saya pimpin
Di dalam cerita pendek tersebut menyebutkan Rani mempunyai kecacatan besar yaitu karena dia adalah anak orang gila. Pernyataan tersebut terdapat dalam paragraf ketiga kalimat terakhir. Semua telah tahu bahwa takdir tidak ada yang tahu dan sebagai menusia tidak bisa memilih harus dilahirkan sebagai apa, tapi suami Rani tidak bisa menerima hal itu. Itu sungguh tidak adil.
Menerima kenyataan memang sulit, tapi tidak ada alasan untuk tidak menerima keadaan buah hati, apapun itu keadaanya. Apalagi keadaan sang anak belum diketahui, itu sangat tidak adil terhadap takdir Tuhan. Seperti dalam kutipan:
Saya lebih memilih anak saya mati atau tak punya anak dari pada punya anak tapi gila. Saya merasa betapa malunya seseorang yang mempunyai anak gila, apalagi dia adalah seorang perempuan. Disamping orang tuanya malu, juga kaumnya.
Rasa benci atas keadaan yang dialami oleh Rani dikalahkan oleh perasaan sayang dan cinta sebagai seorang suami kepada istrinya meski perasaan takut akan kegilaan tersebut selalu menari-nari dalam jiwa. Terbukti dengan kutipan:
Tapi organ-organ tubuhnya semakin mempesona. Buah dadanya nampak ranum dan berisi. Sebaliknya dengan tumbuhnya kandungan Rani yang semakin membesar, tubuh saya menjadi semakin kurus.
Saat yang ditunggu-tunggu oleh Rani telah tiba, yaitu kelahiran buah hatinya bersama suaminya. Dan mungkin saat itu bukan saat yang ditunggu-tunggu oleh oleh suaminya karena alasan yang tidak berpondasi kuat.
Ketakutan seseorang akan mengalahkan keyakinan seseorang tentang apa yang akan dijalani dan akhirnya semuanya akan berantakan tak sesuai keinginan dan yang menanggung itu semua adalah orang terdekat. Hal itu akan menjadi beban bukan hanya satu hari atau dua hari tapi selamanya.


Erick. F
105200172

ANALISIS CERITA PENDEK YANG BERJUDUL
“jawa, cina, Madura, nggak masalah, yang penting rasanya”

Aliran feminisme dalam sebuah karya sastra secara teknis menerapkan berbagai pendekatan yang ada dalam kritik sastra, namun ia melakukan reinterpretasi global terhadap semua pendekatan itu. Aliran feminisme bertujuan untuk mensetarakan gender antara laki-laki dan perempuan. Dalam sebuah karya sastra, penilaian terhadap teks-teks yang ditulis perempuan menjadi lebih adil dan proporsional.
Hal ini berpengaruh pula di dalam cara memandang, menilai, dan menetapkan kriteria-kriteria kesusastraan yang sesuai dengan pandangan feminisme. Dalam aliran feminisme, terdapat hal yang paling ditonjolkakn seperti pada ideologi dalam sebuah karya sastra serta menitik beratkan pada psiko-analisis, dimana  perempuan iri terhadap laki-laki karena kekuasaan yang dimilikinya.
Karya sastra dapat disebut sebagai berperspektif feminis jika ia mempertanyakan relasi jender yang timpang dan mempromosikan terciptanya tatanan sosial yang lebih seimbang antara perempuan dan laki-laki. Feminisme bukanlah monopoli perempuan, seperti patriarki bukanlah monopoli laki-laki.
Demikian dengan cerita pendek yang berjudul “Jawa, Cina, Madura nggak masalah. Yang penting rasanya” karya M Shoim Anwar, meskipun tidak mendominasi, tapi aliran feminisme ikut mengalir dalam cerita pendek tersebut. Seperti dalam kutipan :

“Saya tidak dapat menolak, Setiap dia menghendaki saya harus memenuhinya.”

Meski kalimat diatas hanya kalimat dalam sebuah cerita pendek yang melengkapi jalannya cerita tapi didalamnya terdapat sebuah cerminan dari aliran feminisme yang sangat kuat yaitu pihak laki-laki merasa lebih lemah dari pada pihak perempuan, dan itu ada beberapa kemungkinan yang akan menjadi faktor perbedaan, seperti status sosial sebelum menikah, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Sehingga pihak laki-laki hanya bisa pasrah menerima keadaan ketika si perempuan memerintahnya. Begitu pula yang terdapat dalam kutipan :

“Tiap hari kok melayani melulu dan selalu di bawah suami, sesekali aku di atas biar sedikit leluasa bergerak.”

Kalimat diatas lebih menunjukkan aliran feminisme lebih mengalir daripada kalimat sebelumnya. Hal itu mungkin disertai dengan adanya dorongan ingin menyetarakan hak antara pria dan perempuan yang selama ini seolah-olah perempuan tidak dihargai dalam pengambilan kesempatan dan keputusan dalam hidup. Perempuan merasa terkekang karena superioritas laki-laki dan perempuan hanya dianggap sebagai ”bumbu penyedap” dalam hidup laki-laki. Adanya pemikiran tersebut tampaknya sudah membudaya sehingga perempuan harus berjuang keras untuk menunjukkan eksistensi dirinya.

Dalam kutipan : “Kalau kurang kamu tambahi,” katanya sambil mengulur uang.
“Nambahi lagi?” saya ngedumel.

Menjelaskan bahwa posisi laki-laki benar-benar dlibawah dan tidak bisa memperjuangkan hak karena kekuasaannya, malah tertutupi dengan hak si perempuan yang harus di perjuangkan. Mungkin yang menjadi latar belakang aliran feminisme dalam cerita pendek karya M. Shoim Anwar adalah feminis radikal, dimana berpusat pada akar permasalahan yang menyebabkan kaum perempuan tertindas, yaitu seks dan gender, bukan aliran feminisme  sosialis dan Marxis, yang pertama memberikan intensitas pada gender,sedangkan yang kedua pada kelas, atau feminisme postmodernis, yang berarti gender dan ras tidak memiliki makna yang tetap, sehingga seolah-olah secara alamiah tidak ada laki-laki danperempuan.
Membaca sebagai wanita dengan menggunakan aliran feminisme berarti membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris atau patrialkal, yang sampai sekarang masih menguasai penulisan dan pembacaan sastra.
Analisis cerpen yang berjudul “jawa, cina, Madura nggak masalah. Yang penting rasanya” telah mencapai fokus dalam aliran feminisme meski hanya di awal saja, seperti kedudukan dan peran tokoh perempuan dalam cerpen tersebut yang terdapat dalam kutipan :

“Jangan macam-macam, kurang apa aku?”
Serta didalam cerpen tersebut memperhatikan faktor pembaca sastra, bagaimana tanggapan pembaca terhadap emansipasi wanita dalam cerpen tersebut. Sehingga penulis membuat akhir cerita yang tidak diduga-duga oleh pembacanya.
Seharusnya dalam cerita pendek tersebut, pengarang mengadsurbkan gaya bahasanya sehingga para pembaca mampu berpikir sendiri makna yang terkandung dalam cerpen tersebut. Tentang akhir dari cerita itu sebenarnya menarik tapi gaya bahasanya seharusnya lebih di konotasikan agar pembaca dapat bermain dengan imajinasinya.

Erick. F
105200172
KRITIK DAN ESAI SASTRA

POSTKONOLONIALIS DALAM CERITA PENDEK YANG BERJUDUL
"GEMBRITT FOURY" KARYA M. SHOIM ANWAR

Oleh:
Erick Frendiyantoro
(10-520-0172)

UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2014

POSTKONOLONIALIS DALAM CERITA PENDEK YANG BERJUDUL
"GEMBRIT FOURY" KARYA M. SHOIM ANWAR

Postkolonialis adalah teori yang lahir sesudah kebanyakan negara-negara terjajah yang memperoleh kemerdekaannya. Sedangkan penelitian dalam bidang kolonialisme mencakup seluruh intekstual nasional.
Poskolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik atas kolonialisme yang menggabungkan berbagai disiplin keilmuan mulai dari filsafat, cultural studies, politik, bahasa sastra, ilmu sosial, sosiologi, dan feminisme. Poskolonial bukan berarti setelah kemerdekaan, tetapi poskolonial dimulai ketika kontak pertama kali penjajah dengan masyarakat pribumi.
Teori postkolonialisme sangat relevan dalam kaitannya dengan kritik lintas budaya sekaligus wacana yang ditimbulkannya. Sebagai cara pandang baru, postkolonialisme telah mampu menjelaskan objek secara berbeda, sehingga menghasilkan makna yang berbeda. Sebagai negara yang pernah menjadi kolonisasi selama hampir tiga setengah abad, jelas dalam khazanah kultural Indonesia terdapat berbagai masalah yang harus dipahami sesuai dengan teori postkolonial. Hal tersebut yang dicoba penulis ungkapkan dalam cerpen "Gembritt Foury" karya M. Shoim Anwar.
Ketika dikatakan masih mengikuti sisi tradisional, suatu kelompok menolak karena menganggap dirinya adalah modern tapi ketika menghadapi suatu permasalahan, tidak semua kelompok bisa bersikap terbuka dan menerima semuanya. Selalu ada sikap
mengucilkan dan tidak adil, entah untuk tujuan apa, rasa penghakiman atau sebuah klaim tradisional.
Seperti dalam cerita pendek kali ini mengisahkan tentang seorang yang merasa dirinya menjadi korban ketidakadilan dalam kehidupan hanya karena masalah warna. Ya, warna kulit. Tidak adil memang ketika mengatakan warna sebagai sumber permasalahan tapi memang hal itu kenyataannya. Masalah itu dimulai ketika Gembrit dilahirkan dari rahim seorang kulit hitam dan ayah seorang kulit putih. Setiap orang tidak bisa memilih dilahirkan dari rahim sipapa, dimana dan kapan, maka dari itu seseoreang tidak bisa bersikap tidak adil. Seperti dalam kutipan:
Ibunya kulit hitam bernama Mery Gelhorn, dan ayahnya seorang kulit putih bernama Robert Duke. Banyak orang yang bersimpati pada keluarga ini. Namun banyak juga yang sinis karena nafas rasialisme masih berkembang dimana-mana.
Suatu kelompok percaya dan menganggap penting perbedaan sosial dan budaya antar ras karena hal itu semua yang mendasari segala. Tidak adil bahkan ssangat tidak adil tapi hal itu masih mengalir kuat dalam diri suatu kelompok bahwa ras kulit putih sistem sosial dan budayanya lebih tinggi dari pada kulit hitam yang hanya dianggap sebagai formalitas keanekaragaman warna kulit dalam jagat raya ini. Seperti dalam kutipan:
Tiba-tiba gerakan kelompok Klu Klan yang anti kulit hitam itu menggila. Ibun Gembrit suatu ketika ditemukan di belakang rumah dalam keadaan luka parah, bahkan hampir tewas. Ini tentu disiksa oleh kelompok itu.
Ketika rasisme masih bersifat pribadi mungkin masih bisa ditoleransi tapi ketika rasisme atas nama kelompok, itu yang berbahaya karena mereka akan meyiksa atau bahkan membunuh ras kulit hitam tanpa tahu apa kesalan mereka sebenarnya. Padahal tokoh dalam cerita pendek ini adalah Gembrit yang kulitnya tidak hitam tapi sawo matang karena perpaduan antara ibunya yang seorang kulit hitam dan ayahnya yang kulit putih.
Mungkin malu atau apa yang ada dalam diri ras hitam ketika diri mereka dipermalukan dimuka umum, apalagi sedang ada tamu. Mereka hanya bisa mencoba berpikir positif ketika semua itu terjadi. Seperti dalam kutipan:
Potongan kayu tiba-tiba menghantam pagar di dekat kami. Saya dan Gembrit terjingkat. Gembrit saya tahan sejenak. "Orang mabuk" katanya, lantas ia pergi cepat-cepat.
  Bahkan yang paling mengerankan pemimpin negara mereka turut andil dalam permasalahan ras tersebut. Seperti Fidel Castro. Seperti dalam kutipan:
"Mereka pasti kaum oposisi," kata Gembrit
"Siapa mereka itu?"
Anak buah Fidel Castro. Castro telah menunggangi mereka "
Tembakan terdengar kembali. Terlihat sekelompom orang berlari menyeberangi jalan.
Mungkin karena Fidel Castro adalah sekertaris pertama Partai Komunis Kuba tahun 1965 dan mentransformasikan Kuba kedalam republik sosialis satu partai. Padahal sangat sulit ketika suatu negara akan dijadikan satu partai mengingat Kuba adalah negara yang sering terjadi konflik. Itu bukan pemecahan yang baik. Setiap orang atau kelompok berhak memiliki kepercayaan tersendiri termasuk partai yang dipercayanya membawa Kuba ke dalam ketenangan.
Bila rasisme mengacu pada diskriminasi intitusional, rasialisme biasanya merujuk pada gerakan sosial atau politik tang mendukung teori rasisme. Hal itu memang bernar, seperti kutipan berikut:
Situasi politik di Havana akhir-akhir ini memang menghangat, insiden sering terjadi, beberapa kelompok pasukan siap di tempat-tempat tertentu dan sisanya mondar-mandir di jalanan.
Ternyata bukan Indonesia saja yang masyarakatnya diperbudak oleh politik, seakan masyarakat jadi bonekanya. Tapi Kuba juga memperlakukan sama masyarakatnya. Seperti dalam kutipan:
"Tentu saja! Awalnya berjanji akan memperjuangkan nasib rakyat. Tapi lama-lama rakyat diperas. Kekayaan negara diserap dan ditumpuk untuk anak cucunya dengan didirikan perusahaan dimana-mana. Pemimpin ini memberikan jabatan penting pada segenap jaringan politis dan ekonomis. Aku takut penggantinya nanti juga demikian.
Hal tersebut tebukti, karena setelah Fidel Castro menjadi presiden, ia tampil menjadi komandan militer Kuba dan pada 31 Juli 2006 Castro menyerahkan jabatan kepresidenannnya kepada adiknya Raul untuk beberapa waktu.
Tapi yang menjadi pertanyaan, sebenarnya Gembrit ini adalah laki-laki atau perempuan karena penulis tidak menyatakan secara detail tentang kelamin Gembrit. Pada awalnya berpikir bahwa Gembrit laki-laki dari pertemuannya dengan penulis di bar tapi ada pernyataan yang membuat ragu yaitu
Tubuh Gembrit tinggi besar dan sangkuk. Orang bilang postur demikian nafsu seksnya besar dan kuat. Suka menghabiskan banyak pria.
Apakah ketidakadilan yang dirasakan Gembrit membutakan mata Gembrit? Sehingga dia tega menaruh bom di sebuah kantor pemerintah. Seperti dalam kutipan:
Suatu ketika saya menemukan Gembrit di Key West. Dia membawa bungkusan agak besar. Kami berbicara beberapa saat. Waktu saya bertanya apa isi bungkusan itu, Gembrit menolakdan menjawab sangat tegas.
"Tidak semua urusanku perlu kau ketahui," katanya.
Ternyata di halaman gedung yang dimasuki Gembrit tadi baru saja terjadi ledakan bom. Beberapa mobil rusak beratdan bagian gedung babak belur.
Mungkin semua pihak terutama menganut paham rasialisme sudah mengetahui bahwa yang menjadi tersangka peledakan bom adalah Gembrit, maka dari itu ketika sampai di apartemennya, banyak sekali yang mencoba menghubunginya.
Ketika itu Gembrit menghilang entah kemana, mungkin dia mencoba untuk menyelesaikan konflik tersebut atau malah memperburuknya. Atau bahkan dia adalah seorang pengecut yang bersembunyi setelah melakukan sesuatu. Hal itu dibuktikan ketika ayah Gembrit yang terluka kakinya karena diberondong musuh. Dan setelah itu Kuba semakin memanas. Hal itu disebabkan karena Fidel Castro beserta pengikutnya memprotes dan memimpin gerakan bawah tanah anti pemerintah atas pengambil alihan kekuasaan lewat kudeta oleh Fulgencio Batista pada tahun 1952.
Sebuah keberuntungan ketika Indonesia tidak seperti Kuba meskipun permasalahnnya kurang lebih sama. Manuasia Indonesia masih memegang adat ketimuran atau memang takut menerima resiko, maka sari ityu para generasi muda Indonesia hanya menyampaikan aspirassinya melalui demo dan tidak lebih. Hal itu yang dirasakan ketika penulis berada di Kuba. Meski hujan emas di negeri orang, lenih baik hujan batu di negeri sendiri. Shoim Anwar merasa rindu akan tanah airnya. Tentu karena konflik yang berkepanjangan akan berimbas pada segala bidang termasuk manajemen surat-surat untuk segera keluar dari Kuba. Hal itu sangat menyulitkan Shoim Anwar.
Shoim Anwar ini sangat ingin memeluk untuk yang terakhir kalinya dengan teman baiknya di Kuba, tapi malam itu pintu kamar Gembrit masih sama. Terkunci.
Terlintas banyak ketakutan seakan bakal ditinggal oleh sahabat barunya. Dan benar. Ketika Shoim Anwar membuka pintu kamar. Gembrit sudah meninggal dengan darah yang hampir mengering. Entah itu pekerjaan orang rasialisme atau siapalah, Shoim Anwar tidak tahu. Maka dari itu Shoim Anwar langsung bergegas meninggalkan apartemen Gembrit karena akan menimbulkan fitnah bila terus berada di sana.
Ketika apa yang telah diharapkan hampir tercapai yaitu pulang ke tanah air, petaka terjadi, Shoim Anwar dicegat anggota kedinasan karena dianggap terlibat pembunuhan Gembritt. Sungguh menyulitkan.

Erick. F
105200172
ANALISIS KRITIK SASTRA BERDASARKAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA DALAM CERITA PENDEK “SURAT TERAKHIR” KARYA M. SHOIM ANWAR

Teori Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.
Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada gambaran atau potret fenomena sosial yang bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif melalui pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya dalam bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya.
Cerita yang diungkapkan dalam cerita pendek yang berjudul “Surat Terakhir” memang benar-benar sering terjadi atau bahkan selalu terjadi dalam setiap hubungan, baik yang sudah resmi di mata Tuhan atau bahkan pada hubungan yang hanya melalui ikatan mulut. Kini semua orang menyebut sebagai pacaran. Mengenang adalah sesuatu yang wajar untuk setiap kejadian lampau tapi tidak yang satu ini karena berhubungan dengan masa lalu. Masa lalu yang masih absurd, entah akan tetap masa lalu atau merubah masa depan atau malah menghancurkan masa depan karena telah megubur masa lalu dalam hati yang bisa kapan saja terbuka tanpa satu orang pun yang tahu, termasuk pendamping si empunya masa lalu. Hal itu terbukti dari kutipan berikut:
“Tiba-tiba pintu kamar diketuk dari luar. Aku terperanjat. Ini pasti istriku. Surat ini cepat-cepat kulipat, lalu kusembunyikan di balik kasur. Sprei kurapikan kembali. Kubuka pintu seperti tak pernah terjadi apa-apa”
Yang dilakukan tokoh suami sangat menjijikkan karena hal itu akan merubah segalanya kalau si isteri tahu, tokoh suami tidak akan pernah tahu bagaimana perasaan isteri sebagai perempuan ketika masa lalu mengoyak sebuah hubungan. Yang suami tahu adalah bagaimana indahnya mengenang. Mengenang masa lalu. Bak membangkitkan mayat yang sudah penuh belatung dan hampir musnah dimakan waktu.
Tapi kalau keadaan berbalik, isteri yang sedang mengenang kebusukan itu, pastilah suami tak akan bisa setegar isteri. Yang bisa mereka lakukan adalah bagaimana caranya marah dan menghakimi, Sungguh pengadilan yang tidak bertuan adil.
Mungkin kalau mengenang berdasarkan kutipan diatas bisa dimaklumi, tapi kalau mengenang dengan melakukan hal gila seperti kutipan  berikut, mungkin isteri tidak salah kalau sekarang memutilasi suami.
“Foto Susmia pun aku lihat, aku amati bagian demi bagian. Terakhir kucium foto itu, seperti mencium Susmia lima belas tahun lampau.”
Belum bertemu saja sudah seakan mencium sungguhan, seperti dracula yang haus darah. Bagaimana kalau bertemu sungguhan?. Jelas suami tak akan memperdulikan perasaan isteri ketika bertemu dengan iblis itu, yang suami tahu adalah bagaimana mengungkapkan hasrat yang terpendam itu. Ah.. Sungguh berbau bangkai.
Memperjuangan dan mempertahankan hubungan adalah hal yang mutlak yang harus benar-benar dilakukan ketika sebuah hubungan memang patut diperjuangkan. Lain lagi ceritanya kalau salah satunya masih ragu akan keyakinan kekuatan cinta mereka sendiri. Hal tersebut terdapat dalam kutipan:
“Saya tidak ingin orang yang saya cintai itu menderita karena penantian yang terlalu panjang. Sekali lagi, saya sanygat mencintainya. Sampai sekarang pun saya masih mengirim kartu lebaran setiap tahun.”
Sungguh sakit apabila si isteri tahu bahwa suami mencoba membangkitkan mayat dalam hubungan yang sudah jelas tujuannya. Entah tujuan pengarang menciptakan karya sastra seperti ini. Untuk menyadarkan para suami agar cepat-cepat membuang bangkai tersebut atau menyarankan untuk isteri menambah kesabarannya.
Mungkin benar, si isteri harus menambah kesabarannya atau malah harus menyiapkan racun, agar masa lalu yang berbau bangkai menyatu dengan suami yang akan menjadi bangkai. Sadis memang tapi kadang itu halal dilakukan karena hati sudah tak mampu bertahan lagi. Seperti dalam kutipan:
“Aku terkejut. Perempuan yang sebenarnya masih kucintai ini sudah punya anak lebih banyak dari pada aku.”
Sangat setuju apabila si suami di mutilasi atau di kubur hidup-hidup karena yang dialkukan sudah keterlaluan. Memang tidak membagi hati secara terang-terangan tapi membagi hati secara kasad mata. Dan itu lebih sakit.
Kekuatan cinta memang tidak bisa disalahkan karena memang cinta tak pernah salah, yang salah adalah si pelaku, si pelaku haruslah tahu situasi dan kondisi ketika memupuk cinta tersebut. Tapi untuk si suami itu tidak tahu situasi dan kondisi, seperti dalam kutipan:
“kakiku terasa ada yang menyentuh. Ternyata kaki Susmia ditumpangkan ke kakiku. Kaki itu digerakkan dengan lembut. Aku pun membalasnya dengan lembut pula. Pandangan Susmia tidak lagi menajam, tapi penuh kelembutan, bahkan sesekali tampak menahan senyum.”
Ketika itu Susmia sudah resmi menjadi seorang isteri dan belum 24 jam. Tidak seharusnya Susmia berlaku seperti itu. Mungkin mereka tidak dapat dipisahkan, karena sama-sama sudah jadi bangkai.
Kenyataan itu benar-benar terjadi, si isteri tahu meski tidak semuanya, tapi mungkin lebih baik tidak semuanya karena itu akan lebih sakit. Seperti dalam kutipan:
“Surat dan foto itu benar-benar raib. Aku berdiri sejenak. Saat aku menoleh kebelakang ternyata isteriku telah berdiri di belakangku. Aku jadi kelimpungan.”
Jelas, suami tidak akan mau mengaku karena itu akan merubah segalanya, apalagi menyangkut bangkai yang sudah berbelatung dan hampir musnah dan kalimat “itu masa laluku. Aku punya hak untuk mengenangnya. Kamu tidak boleh merampas” mewakili segalamya. Masa lalu tidak akan ada fungsinya lagi ketika dikenang, malah akan meremukkan apapun yang ada di sekitarnya termasuk pernikahan. Masa lalu itu baiknya di kubur, bukan dikenang.
“itu namanya kamu egois. Pantas saja nama perempuan itu sering kau sebut dalam tidurmu”
Segungguhnya isteri sudah tahu bangkai itu, tapi isteri terus mencoba sabar dan berpura-pura menjadi orang bodoh yang seolah tidak tahu. Semoga isteri terus diberi kesabaran ketika mendapati sumainya bermandikan bangkai. Masih untung suami hanya di dorong dan kepalanya  menatap tembok sebagai imbalan atas apa yang dilakukan dengan bangkai itu, bagaimana kalau isterinya kalap dan membakar masa lalu itu bersama-sama dengan yang mengenangnya. Tentu itu akan lebih seru.
Karena seorang perempuan yang sedang cemburu itu lebih lihai mencari fakta di bandingkan dengan KPK.
Dengan demikian, sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatarbelakanginya.

Erick.f
105200172
ANALISIS KRITIK SASTRA BERDASARKAN TEORI STRUKTURALIS DALAM NOVEL “KU TUNGGU DI JARWAL” KARYA M. SHOIM ANWAR

Kritik sastra cerita pendek yang berjudul “Ku Tunggu di Jarwal” karya M. Shoim Anwar menggunakan teori struktural. Analisis berdasarkan teori struktural sastra disebut juga pendekatan objektif dan menganalisis unsur intrinsiknya, Fananie (2000: 112) mengemukakan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan yang mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dinilai dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang berlaku. Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek instrinsik sastra yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot (setting), karakter. Yang jelas, penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur pembentuknya. Pada aspek ini semua karya sastra baru bisa disebut bernilai apabila tiap-tiap unsur pembentuknya (unsur intrinsiknya) tercermin dalam strukturnya, seperti tema, karakter, plot (setting).
Karena analisi kritik sastra ini menggunakan teori struktural, maka didalamnya terdapat berbagai teori yang juga ikut menjadi bagian dalam cerita pendek ini, misalnya di awal atau tahap orientasi, penulis sudah menambahkan unsur feminisme seperti dengan mengenalkan sosok perempuan meskipun dengan penulis menempatkan dirinya sebagai orang kedua dalam cerita pendek tersebut. Misalnya dalam kutipan berikut.
“Dia menariknya, tapi gagal sehingga terpaksa jari-jarinya harus ikut campur melepaskan. Aku memperhatikannya. Dia seperti member isyarat agar aku menunggu.”
Selain menempatkan dirinya sebagai orang kedua dalam cerita pendek, penulis juga menunjukkan feminis lebih kuat lagi seperti dalam kutipan berikut.
 “ Alis dan pangkal bulu matanya di tebalkan dengan pewarna”.
“tampak ujung jempol kakinya di cat kuku warna merah seperti buah kurma”.
 Meskipun tanpa membaca kalimat selanjutnya, apresiator dengan sederhananya dapat menilai bahwa hal ini tidak beres karena sosok Ina adalah sosok pembantu, apalagi pembantu di luar negeri yang tingkat kejahatannya sangat tinggi terutama pelecehan seksual, tapi kenapa Ina malah menggunakan “pemoles” muka agar wajahnya tampak cantik?. Yang jelas-jelas hal itu akan mengundang hasrat laki-laki untuk menggodanya. Seharusnya penulis tidak menggambarkan sosok Ina seperti itu karena sebagaian pembaca akan menganggap bahwa semua yang dilakukan Ina termasuk bersolek juga akan dilakukan oleh pembantu lain padahal mata pencaharian mereka hanyalah sebagai pembantu, minimal harus tahu posisi, situasi dan lebih tepatnya kondisi karena keamanan TKW di luar negeri masih di ragukan.
Selain dengan bersolek, penulis juga menggambarkan TKW adalah wanita yang gampang berkomunikasi dengan orang dalam arti tidak memikirkan baik atau buruk orang tersebut karena proses perkenalannya pun terasa mengganjal. Seperti dalam kutipan berikut.
“Dia tersenyum tipis, setipis kain cadar.”
“selanjutnya kami melontarkan pertanyaan yang sama, termasuk soal nama.”
“Akhirnya dia bertanya alamatku.”
Bagi seorang TKW berkomunikasi dengan orang seharusnya tidak berjalan semudah itu, maksudnya kenapa sangat gampang? Kenapa Ina tidak berpikir negatifnya ketika berkenalan dengan laki-laki meskipun mereka berasal dari tanah air yang sama, tapi kemungkinan itu selalu ada dan harus dipikirkan bahkan hukumnya wajib.
Mungkin penulis memiliki tujuan yang berbeda dan membiarkan apresiator tenggelam dalam pikiran yang negatif karena di dalam cerita pendek yang berjudul “Ku Tunggu di Jarwal” ini sangat menyudutkan perempuan, seolah perempuan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan termasuk cara yang tidak lazim. Seperti member lembaran uang kepada laki-laki yang baru dikenalnya. Dengan bersikap seperti itu jelas Ina mempunyai maksud dan tujuan tertentu atau bahkan manjadi parasit secara perlahan.
Penulis juga menggambarkan laki-laki yang sangat menderita ketika jauh dari anak-anak dan istrinya karena alasan bertugas. Apresiator akan mengetahui kalau penulis cerita pendek ini adalah laki-laki kalau saja sebelumnya tidak di beri tahu sosok penulisnya karena terdapat beberapa kalimat yang menggambarkan penulisnya laki-laki meskipun penulis menuliskan dengan kata-kata sederhana, kata-kata sederhana tersebut  terdapat dalam kutipan berikut.
“Aku sudah terbiasa berpisah dengan anak dan istri hingga menjelang pension. Selama tiga puluh tahun bertugas, sudah delapan kali aku dimutasi berbagai kota dan pulau. Tanpa membawa anak dan istri.”
Apalagi sang suami yang berusaha mencari uang halal untuk menghidupi keluarga dengan jalan apapun meskipun hal itu membahayakan sekalipun. Mungkin penulis menunjukkan kepada para pembaca bahwa itulah yang dilakukan seorang suami yang benar bertanggung jawab tentunya terhadap nasib keluarganya. Kalau laki-lali bertanggung jawab memang selalu ada cobaan yang harus di laluinya. Tak lama kemudian penulis menyebutkan bahwa sang istri yang selama ini menjadi penguat lahir dan batin telah dipanggil sang Khalik. Berat memang tapi itu yang sudah tertulis di buku takdir Tuhan. Ironis memang.
Memang sedikit menjengkelkan ketika situasi dalam cerita pendek sudah berjalan teratur menemui hal yang tidak sepatutnya, seperti sosok Ina yang dihadirkan kembali, bahkan sekarang penulis menggambarkan Ina lebih berani yaitu dengan menemui langsung laki-laki yang pernah di ajaknya berbicara waktu itu seperti dalam kutipan.
“Bapak masih ingat saya?” perempuan berpakaian hitam itu membuka pembicaraan.”
“Eh…?”
“Saya Ina. Yang pernah ketemu dipinggir parkiran depan sana,” dia menuding ke arah tenggara sambil tersenyum.”
Tapi yang sangat patut  di apresiasi adalah ketika penulis menggambarkan kesetiaan seorang suami yang telah lama di tinggal mati oleh istrinya, meskipun kutipannya terkesan absurd, karena kata “bersenang-senang” bisa di artikan apa saja, tapi mungkin bernilai positif karena di atas sudah d jelaskan bahwa sosok suami bersikap baik, seperti dalam kutipan.
“Bukan untuk bersenang-senang seperti saat jauh dari istri dahulu. Biarlah masa lalu tertelan waktu.”
Ina semakin menjadi. Semakin absurd cerita pendek yang berjudul “Ku Tunggu di Jarwal” karena Ina meminta laki-laki yang di kenalnya di parkiran tersebut  sebagai penghulunya, setelah menolak, Ina semakin tidak masuk akal permintaannya, dia meminta untuk menikahinya. Karena sosok laki-laki tersebut menjaga hatinya dari perempuan lain yang bisa saja menggantikan posisi istrinya secara perlahan, dia menolak.
Akhir dari cerita pendek itupun semakin tidak jelas. Bisa diartikan bahwa Ina bunuh diri karena tertekan telah dijadikan budak nafsu atau Ina telah membunuh Abu Jahal, majikannya karena tetap alasannya adalah tertekan.
Penulis sengaja membuat seperti itu karena penulis membiarkan apresiator bermain dengan imajinasinya. Dengan itulah jalan penulis untuk menarik apresiator dalam mengapresiasi karyanya.

Erick f
105200172