Minggu, 22 Juni 2014

ANALISIS PUISI “BERSATULAH PELACUR-PELACUR KOTA JAKARTA” KARYA WS RENDRA BERDASARKAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang

Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kaurelakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kaurela dibikin korban
Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau kausesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bisa dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah                              
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bisa telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya

Teori Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan.
Demikianlah, pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada gambaran atau potret fenomena sosial yang bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif melalui pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya dalam bentuk karya sastra.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Maka, memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya.
Dan Puisi Rendra yang berjudul “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta” sangat kental sekali dengan sosiologi sastra karena mencerminkan sulitnya kehidupan yang bertumpang tindih dengan kemunafikan para sayap kiri dan kanan. Puisi ini dapat pula dikatakan sebagai pengangkatan derajat perempuan. Khususnya perempuan yang tersisih dalam kehidupan yang berlatar belakang dipandang negatif oleh sebagian besar masyarakat. Tokoh utama dalam karya sastra tidak hanya mewakili pemikiran pengarang tetapi juga pengorbanan dari pengarang untuk menyebarkan pengaruhnya.
Berdasarkan pemaknaan terhadap puisi “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, makna yang mendalam dengan penggambaran realita dalam masyarakat  yang dapat diperoleh adalah sebagai sebuah bentuk penolakan Rendra terhadap sistem pengucilan yang diterima oleh wanita “pelacur” sebagai berikut:

1. Kedudukan Wanita yang Digambarkan dalam Puisi ini
Dalam puisi ini tokoh utama yang diangkat oleh Rendra merupakan seorang perempuan yang selama ini dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Begitu mendengar kata “pelacur” yang selama ini identik dengan seorang perempuan yang tidak bermoral, kehidupan malam yang gemerlap, dan konsep seksual yang negatif. Itulah yang dimaksudkan sebagai citraan atau imagery dalam puisi seperti kutipan dalam bait berikut:

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
Telah diganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu

Dengan citraan yang ada kita bisa melihat adanya derajat yang ditujukan oleh penyair yang merupakan tingkatan sosial yang mampu dicapai oleh seorang wanita tuna susila. Semakin tinggi pendapatan yang ia dapatkan maka ia akan lebih berada dalam kondisi sosial yang sama. Pemaknaan dari diksi “pelacur” akan lebih mempertegas puisi ini sebagi pembelaan atas kaum wanita yang tersisihkan. Pemaknaan dari bait puisi diatas adalah kehidupan para pelacur yang hidupnya penuh dengan ketakutan akan hukum yang tidak berpihak kepadanya. Mereka malu mengakui pekerjaannya yang dipandang hina oleh konstruksi sosial dan norma masyarakat. Bahkan begitu juga dengan anak-anak mereka pun akan merasakan hal yang sama dalam masyarakat.
“Tingkat tinggi” adalah wakil dari mereka (pelacur) yang berselubung dibawah kehormatan. Dia tidak menjual dirinya secara langsung melainkan hanya dengan seorang birokrat saja dan seseorang yang mempunyai peran dan juga “uang” lebih yang menjamin kehidupannya yang mewah.sedangkan sebaliknya dengan apa yang dilakukan oleh seorang yang hanya dalam tingkatan rendah atau biasa saja yang melakukan pekerjaannya sebagi penuhan kebutuhan hidupnya.
Melalui puisi ini Rendra menampilkan sebuah relita kekejaman yang terjadi pada wanita. Rendra memanfaatkan kata “pelacur” bukan hanya mempunyai arti sebatas “pelacur”. Namun pelacur dalam puisi ini diangkat sebagai sebuah kekuatan yang tersembunyi dibalik kekejaman dan ketidakadilan yang dialami oleh wanita. Puisi ini merupakan bentuk transformasi dari realita kehidupan sosial yang ada dalam kehidupan yang sebenarnya.


2. Penggambaran Perlawanan oleh Wanita
Emansipasi wanita telah ada di Indonesia sejak adanya perlawanan yang dilakukan oleh R.A. kartini kepada tataran masyarakat saat itu. Pada masa itu pendidikan bagi seorang wanita Jawa dianggap tabu dan dan melanggar nilai-nilai. Sedangkan yang dimaksud perjuangan wanita dalam puisi ini adalah, seorang wanita yang terbelenggu oleh status sosial yang dianggap negatif oleh masyarakat. Namun Rendra dengan puisi ini mampu memunculkan sosok pelacur sebagai pendobrak kebenaran yang selama ini tersembunyi rapat dibalik tirai kelam gedung-gedung birokrasi yang melibatkan kaum wanita di dalamnya dalam tanda kutip sebagai pemuas nafsu seksual sementara seperti dalam kutipan bait tersebut:

Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan

Dengan pemilihan kata “Sanggul kembali rambutmu” merupakan sebuah ketidak langsungan ekspresi yang diciptakan Rendra untuk mengungkapkan ajakanya terhadap wanita untuk mengatur dan mengerahkan kekuatan yang dimilikinya. Sanggul juga melambangkan keindahan bagi seorang wanita merupakan sebuah model  dalam puisi untuk mendiskripsikan wanita Jawa kuno yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan terpandang. Pengulangan kalimat “pelacur-pelacur Kota Jakarta” merupakan aspek yang digunakan untuk memperkuat perasaan yang digambarkan penyair dalam puisinya seperti dalam kutipan bait berikut:

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu

Dengan pilihan diksi kata ”Sarinah” Rendra mengemukakan bahwa masih ada banyak wanita pribumi yang terbelenggu dalam kehidupan yang gelap. Kritikan yang di ungkapkan Rendra begitu lugas dengan gambaran yang mampu membuat setiap pembaca mengerti apa yang dimaksudkan oleh pengarang. Yang terpenting dalam puisi ini Rendra mengungkapkan bagaimana para penguasa melakukan tipu dayanya terhadap wanita dan memperalatnya untuk menjadi  seorang pemuas nafsu yang ia inginkan.
Selain dengan nama Sarinah Rendra juga menunjuk nama “Dasima” untuk mempertegas arti pada bait yang sebelumnya. Penggambaran tokoh Dasima mempunyai karakter yang lebih kuat dari pada Sakinah. Sungguh sangat menyakitkan hidup yang memalukan ulah para birokrasi kita yang digambarkan oleh Rendra. Dengan semaunya mereka meneriakkan kebenaran tetapi yang justru dilakukan oleh para para pemegang kekuasaan adalah melanggarnya seperti dalam kutipan bait berikut:

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu

Dasima yang digambarkan dalam potongan bait diatas jelas adalah sebagai sosok yang terjebak dalam kemelut permainan cinta kemunafikan sang pemimpin revolusi yang bergantian menikmati tubuhnya. Makna yang lain adalah gambaran negeri kita yang diperalat dan dikuras habis kekayaanya oleh bangsa lain namun dengan dalih memberikan kerja sama dan menjalin tali persaudaraan. Kecerohan dan kebodohan para penguasa yang menjadikan negeri ini sebagai barang dagangan yang di umbar-kumbarkan kepada orang lain dengan penawaran yang tinggi demi kepuasannya sebagaimana seorang calo yang menawarkan dengan harga yang tinggi seperti pada kutipan bait dibawah ini:

Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Dilanjutkan dengan potongan  bait,
Kalian tak pernah bisa bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang

Erick. F
105200172

1 komentar:

  1. Online Casino Games for Android - Download App APK - Kadang
    Download App APK for Android - Download App APK for Android - Free 온카지노 먹튀 and for Real Money - APK.

    BalasHapus